Sabtu, 07 Agustus 2010
Timur Leng, Sang Penakluk Dunia Yang Setia Mengabdi Pada Allah
Adalah seorang penakluk yang dianggap terbesar dalam sejarah. Dialah Timur Leng (1336-1405 M), yang juga mendapat julukan “Tamerlane”, sang penakluk dunia. Selain Jengis Jhan, dialah satu-satunya penakluk yang mampu menjelajahi daratan sangat luas, mulai dari Pantai pasifik di Timur hingga ke pinggir Sungai Don di Barat.
Penaklukan dahsyat yang ia lakukan berhasil melumpuhkan dua Raja besar pada zamannya, Sultan Turki, Bayazid Yiddrim, dan Kaisar Mongol, Toktamish. Yang juga adalah cucu Jengis Khan.
Menurut para sejarawan, prestasi Timur Leng jauh lebih unggul dibanding Jengis Khan. Kaisar Mongol yang bengis ini yang tidak pernah menghadapi pasukan yang kuat di daratan Rusia, sementara Timur berhadapan dengan pasukan yang sangat kuat yang dipimpin oleh Kaisar Toktamish. Bahkan ada sejarawan yang menilai, Timur lebih menonjol ketimbang Iskandar Zulkarnain. Sebab, Iskandar hanya berhadapan dengan pasukan-pasukan yang lemah.
Kurang lebih 550 tahun silam, adalah seorang lelaki yang berusaha menjadikan dirinya sebagi penguasa dunia, tulis sejarawan terkemuka Inggris Harorld Lamb dalam bukunya, Tamerlane Sang Pengguncang dunia. Segala sesuatu yang diusahakan selalu berhasil, sehingga orang menyebutnya sebagai “Tamerlane” sang penakluk dunia.
Ia dilahirkan pada 8 April 1336 M/25 Sya’ban 736 H di kota Hijau. Ia adalah anak Taragai, kepala suku Barlas di Uzbekistan, Asia tengah sekarang. Taragai, sang ayah kabarnya masih keturunan Karachar Noyan, kerabat Jagatai, anak Jengis Khan. Tapi Timur Leng, sering disebut sebagai keturunan Jengis Khan. Belakangan ia masuk Islam dan berpaham Syiah. Ada yang bilang ia menganut tarekat Naqsyabandiyah.
Di masa kecil ia tidak punya apa-apa, kecuali seekor lembu. Tapi yang istimewa, bersama ayahandanya ia biasa menghabiskan waktunya bersama-sama orang suci. Ayahandanyalah yang mengajarkan Islam kepada anaknya ini. Suatu hari ayahandanya berkata, “Dunia ini tidak lebih baik ketimbang sebuah Jambangan bunga emas yang penuh berisi Kalajengking dan Naga.” Itulah pandangan hidup ayahandanya tentang dunia, yang terpatri kuat dalam sanubari Timur Leng.
Sejak kecil ia sudah menampakkan watak sebagai orang besar. Ia sangat tidak menyukai perbuatan-perbuatan bodoh. Itu sebabnya selama hidupnya ia tidak pernah punya waktu untuk bergurau. Meski sebagai lelaki ia sangat kaku, tapi ia sangat pemberani dan cerdas. Barangkali itu pula sebabnya ia berhasil mengawini gadis cantik bernama Alji Khatun Agha.
Ketika usianya baru 12 tahun, ia sudah terlibat dalam sejumlah peperangan. Ketika ayahandanya meninggal, ia bergabung dengan pasukan Amir Qaghazan, sampai Gubernur Tansoxiana itu meninggal. Suatu ketika pasukan Tughluk Timur khan menyerbu dan Timur Leng menghadangnya. Ia bertempur dengan gagah berani, sehingga mengundang simpati Tughluk, musuhnya. karena itu, ia direkrut Tughluk sebagai komandan pasukannya. Namun belakangan memberontak setelah Tughluk mengangkat anaknya, Ilyas Khoja, sebagai Gubernur Samarkand, sementara ia hanya sebagai pejabat biasa.
Tak lama kemudian ia bergabung dengan Amir Husain, cucu Qaghazan. Dengan mengendarai kuda perkasa yang gagah berani ia menyerang Tughluk dan Ilyas Khoja. Keduanya tewas, sementara pasukan Tughluk tunggang langgang melarikan diri. Setelah berhasil memenangkan perang, pada 10 April 1370 para Ulama mengangkat Timur Leng sebagai komandan bangsa Tartar. “Sebagaimana hanya ada satu Tuhan di alam ini, maka di muka bumi seharusnya juga hanya ada satu Raja,” kata Timur Leng seusai dilantik.
Di awal karirnya sebagai komandan tentara tartar, ia berhasil merebut kota Hijau dengan taktik tipu muslihat. Mula-mula ia menyusupkan pasukan kecil disekeliling kota. Setelah mengusai medan, mereka menebang dahan-dahan pohon di pinggir-pinggir jalan dan membakarnya. Karuan saja, dalam waktu singkat hal itu menimbulkan kobaran api dan tebaran abu yang luas. Melihat itu Jenderal Jat yang menjaga kota Hijau mengira, mereka diserang oleh pasukan yang berkekuatan sangat besar. Mereka ketakutan dan akhirnya menyerah.
Pada saat yang bersamaan, pasukan Timur Leng, menyusup ke perkemahan tentara kota Hijau yang dipimpin oleh Bikijuk. Mereka menyalakan api besar disekeliling kemah. Melihat api berkobar dimana-mana, musuh pun ketakutan, hingga mereka melarikan diri sebelum fajar menyingsing. Pada saat itulah sebagian pasukan Timur Leng menyerang dari belakang.
Setelah itu Timur Leng juga berhasil merebut Heart, sebuah kota penting yang dihuni seperempat juta orang yang memiliki beberapa lembaga pendidikan. Ketika itu ancaman terbesar bagi bangsa Tatar adalah orang-orang Mongol yang terkenal dengan sebutan “Gerombolan Emas”. Gerombolan ini dipimpin oleh anak cucu Jengis Khan yang ketika itu tengah berada di puncak kejayaan. Mereka berkeliaran disepanjang dataran Siberia yang berbatasan dengan padang Tundra yang luas di utara.
Terkadang mereka turun mengganggu sampai ke wilayah-wilayah kekuasaan bangsa tartar. Orang-orang mongol termasuk sangat lihai menunggang kuda dengan kecepatan luar biasa. Gerombolan ini dipimpin oleh Toktamish, pengeran berhati jahat yang pernah minta perlindungan kepada Timur Leng, dan meninggalkan Urus Khan, pimpinan bangsa Mongolia. Saat itu Toktamish mengincar kekuasaan Tartar.
Suatu hari di musim dingin, bersama sebuah pasukan besar. Toktamish menyusup ke sekitar sungai Syr Darya, tapi penyusupan itu diketahui oleh intelejen Timur Leng. Para penasehatnya menyarankan agar Timur Leng menunggu sampai pasukannya yang saat itu tersebar berkumpul kembali. Tapi Timur Leng menolak. Ia pergi sendiri memimpin pasukan yang terdiri dari resimen-resimen kecil.
Dengan mengendarai kuda, di bawah hujan dan salju, pasukannya menyerang pos-pos luar gerombolan Toktamish dan merangsek masuk ke perkemahan mereka. Manuver yang taktis ini membuat pasukan Toktamish mundur tergesa-gesa. Timur Leng memang lebih yakin dengan taktik menyerang ketimbang bertahan. Karena itu ia memutuskan menyerang gerombolan emas tersebut.
Tak lama kemudian bersama pasukan besarnya, ia melaju munuju Rusia melalui padang rumput Sitepa. Inilah sebuah petualangan antara hidup dan mati, menempuh perjalanan 1.800 mil dalam waktu 18 minggu, lambat laun pasukannya kehabisan tenaga karena kekurangan perbekalan. Sementara pasukan Toktamish terus menghindar dan bergerak jauh ke utara, masuk ke dalam rimba yang dingin. Namun mereka tercengang menyaksikan betapa pasukan Timur Leng yang gigih terus bergerak ditengah semakin menipisnya perbekalan dan dilanda kelelahan.
Suatu pagi, Timur Leng membagi pasukannya dalam tujuh divisi yang dipimpin oleh anak-anaknya sendiri, didampingi beberapa jenderal yang berpengalaman. Ia sendiri memimpin divisi sentral bersama para veteran perang, dan jenderal-jenderalnya. Serangan pertama dilancarkan, dipimpin oleh komandan bernama Syaifuddin. Sementara divisi sentral diperintahkannya terus maju dibawah pimpinan putranya sendiri, Miran Shah.
Pasukan ini menggempur habis-habisan pasukan Toktamish, dan Toktamish lari tunggang langgang, Timur Leng terus mengejar Gerombolan Emas yang meninggalkan barang rampasan cukup banyak. Beberapa hari kemudian Timur Leng menggempur Serai dan Astara Khan di kawasan sungai Volga. Dan akhirnya terbayarlah dendamnya terhadap Toktamish yang pernah membakar kota Bukhara.
Timur Leng kemudian merangsek disepanjang sungai Don dan akhirnya menginjakkan kakinya di Moskwa tanpa hambatan. Para bangsawan dari kekaisaran Rusia lari tunggang langgang. Tak lama kemudian Timur Leng pulang, tanpa sempat masuk ke kota Moskwa. Dalam perjalanan pulang, ia menggempur benteng batu yang disebut Takrit milik bangsa Georgia di Rusia bagian selatan yang suka berperang. Pasukan Timur Leng berusaha menaklukkan benteng Takrit dengan memanjat tali, akhirnya benteng yang dibangun di atas puncak bukit karang itu bisa dikuasai.
Sasaran selanjutnya adalah Persia. Ia tiba di Persia pada tahun 1386 M dengan sejumlah besar prajurit. Ia sempat menyelesaikan pertikaian antara para pangeran Kesultanan Persia yang dipimpin oleh Sultan Muzaffar. Suatu ketika Sultan Mansur, salah seorang putra mahkota, membunuh beberapa orang kepala suku Tartar, mendorong pasukan Tartar merebut Isfahan. Semua putra mahkota menyerah, kecuali Mansur, yang melarikan diri ke pegunungan. Tak beberapa lama kemudian, Ziraz pun ditalukkan. Disini ia bertemu dengan Hafizd, penyair Persia yang sangat terkenal.
Selama musim semi tahun 1399, Timur Leng menyerbu India melalui Khayber Pass. Ia hanya menghadapi perlawanan kecil, pasukannya terus merangsek ke Delhi tanpa kesulitan. Selesai dengan urusan di India, ia pulang dengan membawa pasukan gajah dan 200 orang tukang batu untuk membangun fondasi masjid Samarkand. Tak lama kemudian Timur Leng merebut Bagdad dengan kekerasan.
Setelah itu ia mulai mengincar kekaisaran Turki. Mula-mula ia menulis surat kepada kaisar Turki, Bayazid Yildrim, minta agar Kaisar tidak membantu Kurra Yusuf dan Sultan Ahmad dari Bagdad. Bayazid membalas surat itu dengan kalimat-kalimat yang bernada sombong dan tidak sopan. Karuan saja Timur Leng berang. Tapi ia tidak segera menyerang Bayazid, karena menyadari dikelilingi oleh banyak musuh dari segenap penjuru. Ia bertekad menghancurkan mereka satu persatu. Mula-mula ia bergerak menuju Syria, menaklukkan suku Turkoman di selatan Rusia. Setelah itu ia melumpuhkan Sultan Mamluk dari Mesir dekat Allepo, kemudian bergerak ke Damaskus.
Pasukan Timur Leng bahkan mengejar pasukan Mesir sampai keluar Palestina. Divisi yang lain bergerak menuju Bagdad. Dalam waktu hanya 14 bulan, ia telah melancarkan dua perang besar, beberapa perang kecil , dan merebut hampir selusin kota yang dibentengi tembok batu yang kokoh. Ia berhasil menghancurkan sekutu Bayazid. Merasa terancam oleh agresi Timur Leng pada awal 1402, Bayazid mengerahkan kekuatan sebanyak 200.000 prajurit.
Sebelum menyerang Bayazid yang berkuasa di Turki, Timur Leng mempelajari geografi daerah-daerah yang akan diserangnya. Ternyata daerah itu tidak cocok untuk pasukan kavaleri. Ia lalu bergerak ke selatan dan terus maju menyisir sepanjang lembah sungai Halys. Disana ia mengatur dua siasat. Melepas kuda sambil menunggu untuk menyerang, atau maju terus menjelajah. Timur Leng memilih taktik kedua: memaksa pasukan Turki menunggu sedemikian rupa agar senantiasa mengikuti gerak-geriknya.
Tentara Turki yang kebanyakan pasukan Invanteri itu cepat merasa lelah. Bayazid pun mengikuti perjalanan Timur Leng, berjalan cepat selama seminggu, sehingga lelah, haus dan lapar. Akhirnya Timur Leng menduduki pangkalan utama pasukan Bayazid yang menyimpan persediaan makanan dan minuman. Maka buru-buru Bayazid menyerang, sementara pasukan Tartar yang tangguh bertahan sekuat tenaga, dan akhirnya Bayazid pun menyerah.
Sultan Turki, Bayazid itu pun di bawa kehadapan Timur Leng yang menerimanya dengan penuh hormat, mendudukkannya di sampingnya. Istri dan jubahnya dikembalikan kepada Bayazid. Selepas menaklukkan Bayazid, Timur Leng bergerak menuju Smima, sebuah kota kecil yang dikenal sebagai gerbang masuk ke Eropa. Tak tahan menghadapi pasukan Timur Leng, pasukan Kurra Yusuf dan Sultan Ahmad dari Bagdad menyingkir ke Arabia dan Mesir. Belakangan Sultan Mamluk dari Mesir dan beberapa Raja dan kaisar dari Eropa buru-buru menyatakan tunduk dan setia. Mereka bersedia membayar upeti tahunan.
Kini Timur Leng bertekad mewujudkan ambisinya yang terakhir: menaklukkan Cina, dengan menaklukkan negeri ini, ia menganggap dirinya sebagai penakluk terbesar yang mampu menundukkan kekuatan paling besar di dunia. “Kita telah menaklukkan seluruh daratan Asia kecuali Cina. Anda semua menjadi sahabatku dalam peperangan dan tak pernah gagal merebut kemenangan. Untuk merebut Cina, tak begitu banyak kekuatan yang kita butuhkan,” kata Timur Leng kepada Dewan Putra Mahkota.
Dengan membawa seperempat juta prajurit, ia menyerbu Cina. Saat itu kebetulan musim dingin sedang mencapai puncaknya. Meski demikian. Ia maju terus. Pasukan Tartar itu tiba di Ortar dengan selamat untuk beristirahat selama musim dingin yang menggigit. Sesudah musim dingin reda, ia akan melanjutkan penyerbuan. Tapi sayang pada bulan Maret 1405, ia meninggal dunia. Penyerbuan ke Cina pun urung. Dan pasukan Taratr pun dengan serta merta menyerah kepada Kaisar Cina.
Begitu pemimpin besar Tartar itu wafat, terjadilah perebutan kekuasaan diantara anak-anaknya: Muhammad Jehanekir dan Khalil. Setelah bertempur hebat Khalil menang. Namun tidak beberapa lama ia dikudeta oleh saudaranya yang lain, Syekh Rukh (1405-1447). Syekh Rukh dan anaknya Ulugh Bey (1447-1449), memerintah negeri Tartar dengan cukup bijak. Ilmu pengetahuan kembali berkembang. Namun tidak lama kemudian, pada tahun 1469 kekuasaan keluarga Timur Leng itupun ambruk.
Timur Leng sesungguhnya bukan hanya seorang Kaisar penakluk kawasan yang luas di Asia dan Eropa, melainkan juga seorang pemimpin yang cinta ilmu, seni dan kebudayaan. Ia menyemarakkan kota asalnya, Samarkand dengan Istana, gedung dan Taman-Taman yang megah dan indah, dengan jalan-jalan yang lebar. Ia juga membangun sebuah masjid raya hanya dalam waktu sebulan sebagai pusat ilmu dan kebudayaan. Ia pun mengembangkan gaya arsitektur baru dengan selera tinggi.
Ketika itu, bisnis dan perdagangan juga berkembang pesat. Samarkand dan Tabriz menjelma menjadi pusat perdagangan besar di dunia Timur. Rute perdagangan antar benua yang telah diblokir selama ratusan tahun dibuka kembali. Timur Leng juga mengentaskan orang-orang miskin. Ia mendirikan rumah-rumah sederhana untuk menampung orang-orang cacat dan lemah. Wilayah kekuasaannya juga dibersihkan dari perampok dan pencuri. Para Hakim dan Komandan tentara bertanggung jawab terhadap keamanan di daerah masing-masing.
Meski dikenal sebagai pemimpin besar, Timur Leng adalah orang yang sangat sederhana, dan suka berterus terang. Ia sangat tidak menyukai sikap sombong, kebiasaan pesta pora. Ia tidak pernah memakai gelar kebesaran sebagai Kaisar. Dalam surat menyurat, ia lebih suka menggunakan kalimat seperti, “Saya, Timur, Pengabdi Allah, menyatakan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar