Karena, selain anugerah, anak juga merupakan amanah ”berat” yang dititipkan Allah kepada orang tuanya, terlebih lagi di tengah-tengah merosotnya nilai-nilai etika, moral dan gencarnya serangan permisifisme (budaya serba boleh) melalui media elektronik, tanggungjawab orang tua menjadi kian berat anak memang anugerah, bahkan di dalam al-Qur’an dikatakan sebagai persiapan hidup, ”Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia...” (QS. Al-Kahfi : 46) Bayangkan, jika hidup kita tanpa perhiasan, semuanya akan terasa suram. Untuk itu kita patut bersyukur ata nikmat Allah yang dititipkannya melalui anak-anak kita. Rasa syukur itu dapat kita wujudkan dengan mengasuh dan mendidik mereka berlandaskan fitrah dan kasih sayang. Selain sebagai anugerah, anak diberikan kepada orant tuanya sebaga amanah ”berat” untuk dipelihara, dididik dan dibina agara berkualitas dan tangguh. Seperti diperintahkan dalam al-Qur’an, ”Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakanga merke anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereke bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar” (QS.An-Nisaa’ :9). Setiap orang tua harus menyadari amanah ini. Karena orang tualah yang bertanggun jawab terhadap pendidikan anak-anaknya. Jika orang tua tak memiliki kemampuan untuk mendidik, tanggungjawabnya memang dapat dibagi kepada kepada guru di sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Namun peran sentral harus tetap pada orang tua. Caranya, orang tua dapat memilih guru atau sekolah untuk anak-anaknya dengan kriteria yang tepat. Misalnya, guru atau sekolah yang dipilih harus mampu membina anak-anak dengan berbagai disiplin ilmu atas dasar akidah, akhlak, dan ajaran Islam.
Didiklah anak-anakmu pada tiga perkara: mencintai Nabimu, mencintai ahli baitnya, dan membaca al-Qur’an (HR. Ath-Thabrani). Tiga hal yang diperintahkan Nabi untuk diajarkan kepada anak-anak kita terkait dengan puncak dan asas berbagai kecerdasan pada anak kita. Bisa jadi sebagian orang menyebut kecerdasan ini dengan kecerdasan spritual atau kecerdasan relijius. Karena memperkenalkan pribadi Nabi Muhammad saw sejak dini akan menjadi pondasi penting pembangunan akhlak Islam pada anak-anak. Jadikanlah sosok Nabi itu hidup dalam benak mereka dan sangat mereka cintai. Tak ada pribadi yang lebih indah budi pekertinya daripada Nabi Muhammad. Dan engkau (Muhammad) sunggu berakhklaq mulia (QS; al Kalam:4). Dengan menghadirkan pribadi Nabi dalam keseharian anak-anak, mereka akan lebih mudah melaksanakan akhlaq Isalami, sebab ada sosok yang menjadi panutan dihadapan mereka. Menghadirkan sosok Nabi misalnya dapat dilakukan dengan mengisahkan betapa beliau pribadi yang penyayang kepada sesama manusia, betapa beliau amat penyantun, betapa beliau pemberani dalam membela kebenaran, betapa beliau taat kepada Allah dengan tekun beribadah dll. Teladani Keluarga Nabi, Keluarga Nabi adalah istri dan anak-anak beliau dan juga menantu beliau yang shalih. Tidak diragukan merekalah orang-orang terdekat dengan Nabi. Mereka pulalah orang-orang yang paling mencintai Nabi dan berusaha melanjutkan perjuangan Nabi dalam menyebarkan ajaran Islam. Kisah tentang mereka pun akan menjadi inspirasi sangat berharga bagi anak-anak kita dalam meneladani Nabi. Mungkin kita mesti banyak menggali bagaimana Nabi ikut serta mendidik Hasan dan Husein, cucu beliau, yang bahakan kerap beliau anggap sebagai anak-anaknya sendiri. Tentu saja, kita pun mesti menggali kisah bagaimana Nabi dan Syyidatina Khadijah mendidik putri-putri mereka dimasa kecilnya, yang bisa kita fahami dari petikan kisah Fatimah Az Zahra ra, putri beliau. Pada masa kecilnya Fatimah menyaksikan bagaiman ayahandanya gigih menda’wahkan Islam dan tidak sedidikt mendapatkan tantangan keras dari orang-orang. Tentu juga kita dapat banyak belajar dari bagaimana Nabi mengasuh dan mendidik cucu beliau Hasan Husein yang beliau anggap sebagai anak-anak sendiri, dimana pada saat yang sama beliau memimpin umat Isalam membangun masyarakat Islam di jazirah Arab. Tilawah Quran, Tilawah ini sangat penting artinya dalam pendidik. Tilawah menjadi salah satu tugas Nabi dalam mendidik manusia (QS. Ali Imran:164). Tilawah artinya membaca. Untuk kalangan yang tidak berbahasa Arab, tentu saja tilawah yang benar mesti disertai usaha untuk mengetahui apa arti bacaan al Quran. Untuk itu, dalam kaitan pendidikan anak, kita mesti mengusahakan agar anak kita mengetahui paling tidak makna-makna penting dari ajaran Islam sejak dini. Misalnya sejak kecil kita telah menanamkan aqidah yang benar; memperkenalkan siapakah Allah dan bahwa Dia Pencipta segala sesuatu yang ada. Anak pun sejak dini diperkenalkan dengan ibadah shalat. Bahkan Nabi memberikan patokan usia 7 tahun sebagai usia dimana orang tua serius memperhatikan shalat anaknya dan ketika mencapai usia 10 tahun sudah boleh memberikan hukuman apabila si anak lalai dalam menunaikan sholatnya. Jadi, pengajaran nilai ajaran Islam sejak dini adalah pesan yang dapat kita petik dari perintah mengajarkan ”tilawah” kepada anak-anak ini.
Minggu, 15 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar